Udah
Putusin Aja!
“saat
berjauhan rindu, tapi bertatap muka malu. Saat tak jumpa terbayang-bayang,
namun saat bertemu canggung meradang. Ribuan kata dalam akal pikiran sudah
terangkai, namun lidah kelu dan lunglai. Dari pesimistis berubah jadi romantis,
dari oportunis bisa berganti puitis. Demi dia, tidak ada benua yang terlalu
jauh untuk dijalani, tidak ada gunung yang terlalu tinggi untuk didaki, dan
tidak ada samudra yang terlalu luas untuk diseberangi”
Begitulah
ustadz felix membikai kata-kata ihwal cinta yang menjadi fitrah keindahan bagi
setiap insan. Cinta adalah pemberian Allah dan Dia menanamkan rasa cinta pada manusia sebagai bentuk rasa cinta kepada
manusia itu sendiri, sehingga dapat berpikir tentang kebesaran Allah. Cinta,
bagian dari naluri-naluri yang tidak dapat diindra, namun ada dan dituntut
pemenuhannya. Islam tidak melarang manusia untuk jatuh cinta, namun islam
mengatur agar cinta itu berjalan pada koridornya. Begitu pula keyakinan
agama-agama lain, karena tidak ada cinta yang dikaruniakan untuk menyiksa
melainkan untu memberi keindahan dan perlindungan. Islam mengatur agar makna cinta
yang luas tidak jatuh pada potensi maksiat, tapi jatuh pada potensi taat karena
cinta terlalu indah jika disempitkan dengah syahwat semata. Cinta itu bebas
nilai selagi netral.
Kesucian cinta yang dapat membawa seseorang
kepada mahligai kebahagiaan, ketika cinta disalahgunakan demi kesenangan diawal
maka kerugian-lah yang menjadi dinding pembatas kebahagiaan atas cinta.
Sebagaimana buku #udahPutusinAja ini sebelum membahas tentang cinta diatas diawali
dengan sebuah e-mail yang dikirimkan oleh seorang remaja di Indonesia yang
telah kehilangan kehormatanya demi menjaga hubungan cintanya dengan seorang
teman lama yang menjadi pacarnya lagi ketika kuliah. Sungguh miris , di saat
kita tahu hal seperti ini bukanlah sesuatu yang luar biasa lagi. Bahkan data
BKKN tahun 2010 menunjukkan bahwa 51 % remaja di JABOTABEK telah hilang
keperawanannya. Sementara itu, komisi Perlindungan Anak Indonesia mendapatkan
hasil yang mencengangkan setelah dilakukan penelitian di 12 kota besar tahun
2007 yaitu 92% pelajar pernah kissing dan petting, 62% pernah melakukan
hubungan intim, dan 22,7% siswi SMA pernah melakukan aborsi. Hal ini tidak lain
diawali dengan cinta, pacaran, dan pergaulan yang tidak sesuai etika.
Pacaran
menjadi kebutuhan pokok setelah gabget, sebagai alasan pacaran dapat memotivasi
belajar, memperbaiki hidup, bahkan tahap
awal mencari jodoh. Semua itu omong
kosong, kala galau datang karena ada masalah dengan si dia belajar males,
sholat gak khusyu’, bahkan makan pun tidak nafsu. Ketika sedang asyik pacaran,
pulang malam, lupa belajar, apalagi ibadah. Inikah yang disebut motivasi?
Sementara alibi bahwa pacaran untuk mencari jodoh, apakah orang pacarn itu
jujur? Justru ketika di depan pacar menunjukkan kecantikan, kerajinan,
kebaikan, kelembutan, indah-indah, romantis, pengorbanan, dan lain-lain.
Padahal hal itu hanya sandiwara belaka dengan dalih supaya si dia semakin
sayang. Toh nanti ketika kemungkinan menjadi jodohnya justru akan kelihatan
buruk-nya dan akan menimbulkan tidak akur karena hanay indah diawal. Selain itu
pacaran bukanlah tanda dewasa namun pacran
Lalu
bagaimana agar cinta menjadi halal ? tentu bagi mereka yang telah siap untuk
menyegerakan menikah. Karena dengan menikah segala yang haram perihal cinta
menjadi halal, yang awalnya dosa menjadi buah pahala. Bagi mereka yang belum siap untuk menikah,
tentu harus menjaga pandangan, menahan hawa nafsu dan mempersiapkan diri untuk
siap dan pantas menikah. Karena ada syarat-syarat tertentu bagi laki-laki
maupun perempuan untuk dapat menikah. Bagi laki-laki harus mampu secara agama,
mampu memimpin, dan mampu menafkahi. Namun, mampu dalam hal agama inilah yang
utama. Sementara itu untuk perempuan harus siap dalam hal agama, mental, dan
harus disetujui oleh wali karena pada dasarnya wali lah yang mengetahui perihal
anaknya. Begitu pula buku
#UdahPutusinAja memang sejatinya lebih tepat bagi pelaku pacaran. Mengapa?
Sederhana saja, karena orang yang melakukan aktivitas ini adalah orang yang
belum siap untuk menikah. Logikanya, bila dia sudah siap menikah, untuk apa
lagi pacaran? Begitu, kan?
Ternyata
apa yang kita nikmati dan pandang sebagai hal yang indah, biasa, dan umum bukan
berarti halal menurut agama dan belum tentu akan mendatangkan kebahagiaan yang
haqiqi. Bahkan hal yang kita anggab sepele pun perlu dilihat manfaat dan
madharatnya. Kadang remaja sekarang ini
menyepelekankan kata “Cuma” terhadap apa yang mereka lakukan, padahal“
cuma “ itu kata yang berbahaya. Karena semua kemaksiatan awalnya juga “ cuma “.
Selingkuh itu awalnya, ya, “ cuma “ teman. Hamil itu juga awalnya “ cuma “ pegangan.
Oleh sebab itu mari kita memikirkan akibat dari apa yang akan menjadi akibat
dari apa yang kita kerjakan sekarang. Karena setiap sebab itu ada akibatnya,
setiap input ada outputnya, setiap proses ada hasilnya dan setiap tindakan ada
dampaknya. Tentu kita ingin dampak yang baik di masa depan, maka marilah kita
menjaga pandangan, menahan hawa nafsu, menyibukkan diri dengan hal-hal yang
positif dan memamfaatkan masa remaja ini untuk berkarya. Sehingga cinta yang ada dalam hati dan jiwa akan tetap menjadi cinta yang suci, tercurah hanya kepada orang yang
tepat, dan mendatangkan kebahagiaan di masa yang akan datang.
referensinya kok gk ditulis neng?
BalasHapusuda,,coba dibaca lg maz,kn ada di artikelnya
BalasHapus