Bising,
malam ini terasa bising oleh kendaraan yang seakan mengatakan bahwa dia sedang
beraktivitas. Panas, udara malam ini begitu panas seakan mengisaratkan bahwa
tak selalu mendung itu menghadirkan kebekuan. Semilir, angin malam membisikkan
sepoy nya membuat ujung jilbab ini berkibar. Seakan membelaiku dengan tiupan
semangat memperlihatkan bahwa dia dapat menyuarakan bunyi yang santai lagi
konsisten sesekali dan memberitahukan bahwa dia tidak kalah dengan bising
kendaraan.
Keraguan,
kegundahan, dan ketidakpastian hati menemani langkah ku malam ini. Sejak ashar
berada di AR Fahruddin membuatku semakin gundah. Gundah yang mulai datang
ketika sejuknya air wudlu mengaliri pipi, membanjiri kedua tangan, menyentuh kulit kepala serta kedua telingaku,
dan membelai sepanjang kedua mata kaki.
Kesejukannya
mengingatkan ku bahwa dulu aku pernah luluh dalam lamunan ketika terbasuh oleh
air dingin yang keluar dari kran sebelah
mushola asrama sekolah SMP ku di Ngebel
dulu. Dalam lamunan ku merasakan betapa besar kuasa Tuhan yang mengalirkan
begitu melimpahnya mata air dalam
kesejukan. Syukur hadir dalam hati yang paling dalam, membuatku ingin merubah
setiap nafasku menjadi nafas yang lebih baik dalam setiap hembusannya. Lamunan
pun mulai berganti dengan gairah untuk segera menghadapkan wajahku pada-Nya,
sehingga tak ingin berlama-lama larut dalam lamunan itu. Setiap kali aku merasa
galau ku datangi kran air di sebelah mushola itu, galau beranjak meninggalkanku
seakan pergi mengikuti aliran air wudlu yang jatuh menuju aliran sungai
dibawahnya. Dingin air yang dengan simple nya membawa lari segala gundah dan
galauku.saat itu.
Kesejukan
air yang serupa kini dapat ku temui di AR Fahruddin, masjid megah kampus yang
memberitahukan kepada setiap kepala yang melintasi jalan raya di depanya bahwa
UMM itu sangat besar. Sejuk airnya
seakan mirip bahkan lebih sejuk dari air di Ngebel itu. Sore tadi ketika
ku basuh mukaku dengan air wudlu aku seakan terbawa dalam lamunan yang lebih
dalam, namun sebaliknya ku merasa air ini mendatangkan kegalauan. Begitu besar
,berat, dan bertubi-tubinya masalah serta kegelisahan yang aku rasakan selama
ini, namun jarang sekali bahkan tidak pernah ku datangi kran air ini. Walaupun
sesekali pernah aku wudlu disini, aliran air wudlu seakan hanya berlalu tanpa membawa
kegalauanku. Itu yang membuat sore tadi aku terlarut dalam lamunan yang lebih
dalam. Tanda tanya terus hadir dalam benak ku baik tanda tanya besar maupun
kecil seakan memenuhi pikiranku. Tanda tanya itu memaksaku untuk berpikir
padahal sore tadi aku ingin santai tanpa beban walaupun sebenarnya banyak hal
yang harus ku pikirkan solusinya. Dengan keinginan untuk rehat sejenak ku
datang ke masjid kampus untuk sholat dan menunggu waktu magrib. Namun, dengan
paksaan tanda tanya tadi aku berpikir kenapa sejuknya air wudlu yang lebih
sejuk dari mata air Ngebel ini sama sekali tidak bisa membuatku rindu dengannya
saat aku sedang bermasalah. Karena terlalu bnyak masalah yang menerpaku sehingga
tak mempan sejuknya air ini untuk menghadirkan kedamaian... Atau karena beban
pikiran yang berat sehingga sulit bagiku untuk merasakan sejuknya aliran air
ini. Atau mungkin hati ini sudah keras sehingga tidak lagi bisa mensyukuri kesejukan
ini.
Secara
sepihak hatiku menyimpulkan hal ini terjadi karena jiwa dan hatiku terlalu jauh
dari jalan dan cahaya-Nya. Hidup berteman dengan masalah namun, menenggelamkan
diriku dalam kesantaian dan hiburan untuk sejenak menghilangkan pekat tanpa
serius mendekat kepada-Nya dan jarang curhat mengenai tangis dan pilu
kepada-Nya pula. Ketika badai menerpa secara besar aku baru bisa menangis
kepadanya namun ketika badai sudah mereda diriku beranjak lupa. Hal inilah yang
membuat hatiku seakan enyah dari rasa syukur atas suatu hal waluapun hal itu sangat menyentuh
hati.
Dalam
langkah yang lunglai ini batinku terus memaki diri, hamba macam apa aku ini,
hidup dalam jurang kenistaan. Perlahan-lahan terjun menenggelamkan hati dalam
samudra lalai.
Sambil berlalu kaki ini meninggalkan halaman
masjid menuju kedai kopi samping bank BRI Tlogomas depan masjid untuk menemui
teman-teman gabung dalam diskusi gender.
Ayat-ayat
Allah adalah suatu hal yang ada dan nyata, namun kadang manusia tidak bisa
melihat dan merasakannya. Bukan karena tidak bisa melihat namun, karena mata
hati memandang yang lain, berniat untuk sesaat saja melihat kearah lain agar
dapat menyembunyikan gelap, namun larut pada hal-hal tersebut sehingga terasa
asing pada ayat-ayat yang tersirat. Padahal ayat-ayat inilah yang akan meningkatkan
kwalitas seorang hamba dalam badai permasalahan maupun cerah kedamaian.
Keleennn mbak
BalasHapus