Selasa, 23 Desember 2014

Air dan Lamunan


Bising, malam ini terasa bising oleh kendaraan yang seakan mengatakan bahwa dia sedang beraktivitas. Panas, udara malam ini begitu panas seakan mengisaratkan bahwa tak selalu mendung itu menghadirkan kebekuan. Semilir, angin malam membisikkan sepoy nya membuat ujung jilbab ini berkibar. Seakan membelaiku dengan tiupan semangat memperlihatkan bahwa dia dapat menyuarakan bunyi yang santai lagi konsisten sesekali dan memberitahukan bahwa dia tidak kalah dengan bising kendaraan.
Keraguan, kegundahan, dan ketidakpastian hati menemani langkah ku malam ini. Sejak ashar berada di AR Fahruddin membuatku semakin gundah. Gundah yang mulai datang ketika sejuknya air wudlu mengaliri pipi, membanjiri kedua tangan,  menyentuh kulit kepala serta kedua telingaku, dan membelai sepanjang kedua mata kaki.
Kesejukannya mengingatkan ku bahwa dulu aku pernah luluh dalam lamunan ketika terbasuh oleh air dingin yang keluar dari kran  sebelah mushola  asrama sekolah SMP ku di Ngebel dulu. Dalam lamunan ku merasakan betapa besar kuasa Tuhan yang mengalirkan begitu melimpahnya  mata air dalam kesejukan. Syukur hadir dalam hati yang paling dalam, membuatku ingin merubah setiap nafasku menjadi nafas yang lebih baik dalam setiap hembusannya. Lamunan pun mulai berganti dengan gairah untuk segera menghadapkan wajahku pada-Nya, sehingga tak ingin berlama-lama larut dalam lamunan itu. Setiap kali aku merasa galau ku datangi kran air di sebelah mushola itu, galau beranjak meninggalkanku seakan pergi mengikuti aliran air wudlu yang jatuh menuju aliran sungai dibawahnya. Dingin air yang dengan simple nya membawa lari segala gundah dan galauku.saat itu.
Kesejukan air yang serupa kini dapat ku temui di AR Fahruddin, masjid megah kampus yang memberitahukan kepada setiap kepala yang melintasi jalan raya di depanya bahwa UMM itu sangat besar. Sejuk airnya  seakan mirip bahkan lebih sejuk dari air di Ngebel itu. Sore tadi ketika ku basuh mukaku dengan air wudlu aku seakan terbawa dalam lamunan yang lebih dalam, namun sebaliknya ku merasa air ini mendatangkan kegalauan. Begitu besar ,berat, dan bertubi-tubinya masalah serta kegelisahan yang aku rasakan selama ini, namun jarang sekali bahkan tidak pernah ku datangi kran air ini. Walaupun sesekali pernah aku wudlu disini, aliran air wudlu  seakan hanya berlalu tanpa membawa kegalauanku. Itu yang membuat sore tadi aku terlarut dalam lamunan yang lebih dalam. Tanda tanya terus hadir dalam benak ku baik tanda tanya besar maupun kecil seakan memenuhi pikiranku. Tanda tanya itu memaksaku untuk berpikir padahal sore tadi aku ingin santai tanpa beban walaupun sebenarnya banyak hal yang harus ku pikirkan solusinya. Dengan keinginan untuk rehat sejenak ku datang ke masjid kampus untuk sholat dan menunggu waktu magrib. Namun, dengan paksaan tanda tanya tadi aku berpikir kenapa sejuknya air wudlu yang lebih sejuk dari mata air Ngebel ini sama sekali tidak bisa membuatku rindu dengannya saat aku sedang bermasalah. Karena terlalu bnyak masalah yang menerpaku sehingga tak mempan sejuknya air ini untuk menghadirkan kedamaian... Atau karena beban pikiran yang berat sehingga sulit bagiku untuk merasakan sejuknya aliran air ini. Atau mungkin hati ini sudah keras sehingga tidak lagi bisa mensyukuri kesejukan ini.
Secara sepihak hatiku menyimpulkan hal ini terjadi karena jiwa dan hatiku terlalu jauh dari jalan dan cahaya-Nya. Hidup berteman dengan masalah namun, menenggelamkan diriku dalam kesantaian dan hiburan untuk sejenak menghilangkan pekat tanpa serius mendekat kepada-Nya dan jarang curhat mengenai tangis dan pilu kepada-Nya pula. Ketika badai menerpa secara besar aku baru bisa menangis kepadanya namun ketika badai sudah mereda diriku beranjak lupa. Hal inilah yang membuat hatiku seakan enyah dari rasa syukur atas  suatu hal waluapun hal itu sangat menyentuh hati.
Dalam langkah yang lunglai ini batinku terus memaki diri, hamba macam apa aku ini, hidup dalam jurang kenistaan. Perlahan-lahan terjun menenggelamkan hati dalam samudra lalai.
 Sambil berlalu kaki ini meninggalkan halaman masjid menuju kedai kopi samping bank BRI Tlogomas depan masjid untuk menemui teman-teman gabung dalam diskusi gender.
Ayat-ayat Allah adalah suatu hal yang ada dan nyata, namun kadang manusia tidak bisa melihat dan merasakannya. Bukan karena tidak bisa melihat namun, karena mata hati memandang yang lain, berniat untuk sesaat saja melihat kearah lain agar dapat menyembunyikan gelap, namun larut pada hal-hal tersebut sehingga terasa asing pada ayat-ayat yang tersirat. Padahal ayat-ayat inilah yang akan meningkatkan kwalitas seorang hamba dalam badai permasalahan maupun cerah kedamaian. 

1 komentar: